Sidoarjo, NU’S Media
Media Resmi Pelajar NU Sidoarjo
Ketua Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Sidoarjo, H Sholehuddin mengatakan, warisan yang paling berharga adalah ilmu pendidikan. Oleh karena itu, seorang guru yang menjadi ahli waris suatu ilmu harus juga dibekali dengan karakter yang dimaksud adalah berkhidmat secara tulus.
“Role model di dunia pendidikan belum banyak. Seandainya ada, tidak banyak mendapatkan perhatian. Paling hanya untuk guru berprestasi. Untuk itu, penting menghadirkan tema urgensi pengabdian masyarakat di bidang pendidikan di era digital bagi guru dan calon guru,” ujarnya saat menyampaikan materi dalam Seminar Pendidikan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo (Unusida) di Auditorium Kampus Unusida, Lingkar Timur, Sidoarjo, Sabtu (20/08/2022).
Salah satu Instruktur Nasional (IN) Penguatan Moderasi Beragama (PMB) Pokja Moderasi Beragama Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) tersebut menyebutkan, saat ini guru teladan dengan jiwa pendidik yang sungguh-sungguh belum banyak di eksplore dan dipahami dengan baik. Hal ini tentu menjadi sebuah tantangan, sebab seorang guru bagi sebagian orang dianggap sebagai profesi ansih, bukan panggilan jiwa. Akibatnya ruh suatu ilmu pendidikan menjadi berkurang.
“Kebijakan guru profesional dalam beberapa survey belum signifikan dalam meningkatkan kinerja. Salah satunya di sebuah sekolah, ditemukan masih dalam kategori sedang. Kebijakan itu sejatinya baik, akan tetapi juga tergantung individu masing-masing,” kata alumni Pondok Pesantren Bahauddin Al-Ismailiyah, Ngelom, Sepanjang Taman, Sidoarjo tersebut.
Sholehuddin menjelaskan, dalam hukum alam dijelaskan siapa menabur dia yang akan memetik. Begitupun dalam dunia pendidikan, menabur dan memetik dapat dilakukan dalam tiga konteks.
Pertama, sebagai tenaga kependidikan (guru, dosen, widyaiswara atau PNS, pengawas, dan lain-lain) dapat menjadi personal branding bagi setiap individu. Orang akan percaya karena karakter yang baik. Seperti pada pepatah ‘ketulusan mengalahkan yang didapatkan’. Bagi orang semacam ini, pendapatan kecil tidak menjadi penghalang untuk berkhidmat dalam dunia pendidikan.
“Saya menemukan hal itu pada sebuah pelatihan, seperti pada guru ngaji yang menerima bisyaroh hanya sekitar 150-300 ribu perbulan, akan tetapi memiliki semangat mengembangkan diri yang sangat tinggi,” sebutnya.
Bagi pribadi semacam ini, guru adalah profesi pengabdian tanpa batas. Hal ini banyak ditemukan di dunia pesantren. Seperti para kiai yang tidak ada kata pensiun dalam belajar maupun mengajar.
“Bagi seorang pendidik di pesantren, Masa pengabdian pendidik tidak dibatasi SK, tetapi nyawa. Karena itu kenapa saya tidak akan menghapus pengalaman sebagai guru ngaji. Sebab, seorang widyaiswara, dosen, guru sekolah atau pun pegawai ada pensiun, tetapi guru ngaji tidak ada kata pensiun. Karena itu merupakan hukum alam yang akan dijawab dalam bentuk berkah yang tidak dapat dikira atau dihitung menurut akal manusia biasa,” terangnya.
Kedua, dalam konteks lembaga. Lembaga dengan kemampuan mengelola SDM, baik dalam hal prestasi dan juga berkarakter yang akan memunculkan branding suatu lembaga. Karena itu penting setiap tenaga pendidik untuk dapat berkiprah di masyarakat dengan membawa nama lembaga. Dengan Begitu tingkat kepercayaan kepada lembaga juga akan semakin tinggi.
“Apapun program bisa dilakukan, yang penting bermanfaat. Sebab, masyarakat akan percaya kepada lembaga yang dibina oleh guru, dosen, atau yang lain dengan karakter yang baik seperti yang dicontohkan Rosulullah dan diajarkan oleh para ulama dan kiai,” tuturnya.
Jika tingkat kepercayaan terhadap tenaga pendidik dan sebuah lembaga sangat tinggi, hukum alam juga menjawab dengan banyaknya input positif yang diterima peserta didik. Banyaknya peserta didik dengan sendirinya berbanding lurus dengan kesejahteraan. Inilah yang disebut berkah secara kelembagaan.
Ketiga, secara organisasi. Organisasi kependidikan ataupun ketenaga pendidikan banyak dijumpai. Organisasi ini tentu non profit. Karena non profit harus diisi oleh orang-orang yang memiliki jiwa pengabdian, begitupun seorang tenaga pendidik.
“Artinya, seorang organisatoris yang sudah terbiasa memiliki niat ‘menghidupi organisasi, bukan yang mencari penghidupan di organisasi’. Hal ini yang juga harus dimiliki oleh seorang tenaga pendidik dengan karakter pengabdi, tingkat kepercayaan publik juga tinggi. Di sini hukum alam kembali berlaku,” ujarnya
Lebih lanjut, Sholehuddin menambahkan, sebagai insan pendidikan, juga harus dapat memanfaatkan ruang dunia digital adalah sebuah keniscayaan. Dengan menghindari munculnya sifat sum’ah, riya’ atau pamer kebaikan. Sebab, dunia digital harus diisi dengan konten-konten kebaikan. Tentu selain publikasi, harus diniati menebarkan atmosfer kebaikan untuk kebaikan bersama melalui dunia pendidikan.
“Di era digital seperti saat ini, bagaimanapun baiknya seseorang, lembaga ataupun organisasi tidak akan diketahui publik, manakala tidak memainkan fungsi dunia maya (digital),” tandasnya.
Sekretaris Badan Pelaksana Penyelenggara (BPP) Unusida tersebut menyimpulkan bahwa pentingnya pengabdian masyarakat dalam dunia pendidikan. Sifat mengabdi dengan segenap jiwa dengan suka rela harus menjadi ruh bagi setiap tenaga pendidik dalam menyampaikan warisan berupa ilmu pengetahuan kepada generasi muda yang menjadi pewaris nantinya.
“Sejalan dengan pepatah yang mengatakan, materi itu penting, tetapi metode lebih penting dari materi. Sedangkan ruh (jiwa) seorang pendidik, lebih penting dari keduanya. Dan yang tidak kalah penting, gunakan media digital untuk mempublikasi keteladanan manusia-manusia terbaik dalam dunia pendidikan yang menginspirasi untuk semua,” pungkasnya.
Penulis: Aslikhatul Fuadliyah
Editor: Maschan Yusuf